IT’S SWEET BUT TOXIC
Azmi anak
sulung saya belum pulang dari PAUDnya. Umurnya dalam masa golden period, 3 tahun 4 bulan. Lucu, cerdas, energik, banyak mau,
dan tentu saja kadang meresahkan jika sudah membuat ulah diluar kontrol. Biasa,
dia cari pehatian.
Nah, itu
suaranya , “Bundaaa!” Azmi menenteng tasnya semangat. Tasnya menggelembung.
Hmmm ada isi apa gerangan? Saya buka. Astagfirllah!
Sebungkus snack dan permen dalam plastik warna-warni. O... ow! It’s sweet but toxic ! Langsung saya
telpon guru PAUD Azmi, Bu Alimah. Ternyata itu bingkisan ulang tahun dari
temannya. Saya berpesan agar tidak usah memberi chiki, permen dan sejenisnya
kepada Azmi lagi. Bu Al mengerti. Lalu saya membagi informasi kepada Bu Al efek
negatif chiki dan permen via SMS. Tak disangka Bu Al malah mengundang saya
mengisi sesi parenting di PAUD.
Bagaimana
orang tua seperti saya tidak dag dig dug dier, melepas anak keluar rumah. Ada berbagai
hal yang mengancam kesehatan fisik dan mental anak di luar kendali saya.
Termasuk jajanan tadi. Orang tua teman Azmi dan ibu guru bermaksud baik, ingin
berbagi kebahagiaan dengan anak-anak lain. Caranya memberi jajanan. Apa jajanan
yang disukai anak-anak? Ya pastinya chiki dan permen.
TV dibanjiri
iklan produk jajanan instan yang seolah-olah sangat tepat untuk anak-anak. Ditayangkan
anak yang mengkonsumsi produk tersebut berpostur proposional dengan wajah imut
menggemaskan. Orang tua yang menonton jadi terpacu membeli demi menyenangkan
anak-anak. Harga produk terjangkau, rasa disukai anak dan mudah didapatkan.
Dalam
Islam, kita diperintahkan bukan hanya memakan makanan yang halal, tapi juga
makanan yang baik. Halaalan Thoyyiban,
halal dan baik: ”Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” [An Nahl:114]. Artinya
selain tidak memakan yang haram, kita juga harus makan makanan yang baik.
Artinya tidak berbahaya bagi tubuh.
Jajanan
dalam kemasan sangat gurih sehingga anak-anak ketagihan. Gurih dan sedapnya
berasal dari MSG. MSG bisa mengakibatkan radang tenggorokan, gangguan otak,
gangguan ginjal dan mual. Anak tetangga saya terkena radang tenggorokan dan
cerita lainnya ada yang sampai opname di rumah sakit. Kandungan berbahaya lainnya
pewarna, perasa dan pemanis buatan bahkan formalin, kalsium benzoat, sulfur
dioksida, kalium asetat, asam sorbat untuk pengawet makanan. Padahal zat-zat
tersebut bisa merusak ginjal dan menyebabkan kanker.
Ketua Tim
Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rachmat Sentika, mengatakan,
sekitar 68 persen jajanan anak di sekolah memiliki kandungan bahan kimia
berbahaya seperti formalin, boraks, dan rhodamin. Menurut Rachmat, efek negatif
jajanan berbahaya itu akan terlihat dalam jangka waktu yang lama lalu muncul
kerusakan pada ginjal serta gangguan tumbuh kembang anak.
Begitu
juga pemanis buatan jenis aspartam, sakarin dan siklamat. Meski manis, ada rasa
pahit di lidah. Sebagian ahli berpendapat bahwa bahan-bahan itu dalam batas
tertentu masih aman dikonsumsi. Namun menurut temuan baru, zat-zat itu secara
akumulatif dapat memicu leukimia, keterbelakangan mental pada anak, migrain dan
sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi,
asma,hipertensi, diare, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, kanker otak,
kanker kantung kemih.
Maka dari itu, sebaiknya membuat sendiri makanan untuk keluarga. Jika Anda termasuk orang sibuk silakan memesan katering dari orang yang Anda percaya tidak memakai zat-zat berbahaya. Jika memang anak minta jajan, batasilah sekedar susu, biskuit, wafer, dan coklat. Perhatikanlah agar jajanan tersebut tidak mengandung zat berbahaya. Jika anak memaksa makan mie instan, perbanyak kuahnya dengan bumbu separuh saja. Dan berpesanlah pada kakek dan nenek serta pengasuhnya agar berhati-hati memilih jajanan untuk si kecil.
satu pengalaman, sejuta hikmahnya
BalasHapus